dalam
prespektif novel “Cinta Masih Ada”
Oleh
Ceria Kristi Br Tarigan
Hidup
manusia tidak terlepas dari cinta. Sebab cinta bersifat universal. Ketika
Embart (anggota KSI-Medan) mengatakan cinta dalam novelnya, maka di benak saya
ada konsep tentang kaum remaja mengenai cinta. Dilihat dari judul novel Embart,
hal ini membuat penasaran kaum remaja
tentang hal ini “Cinta Masih Ada”. Betapa tidak, novel Embart dominan bergenre Tenlit tentang cinta dari lima novel yang sudah terbit, di antaranya Guardian Angel, Love Hurts, Nenek Galau, When I Fall In Love,
Cinta Masih Ada. Penulis yang berdomisili di kota Medan ini membuat daya tarik pembaca semakin tinggi
khususnya kaum remaja.
“Cinta
Masih Ada” dibedah pada 28 September 2013
di Badan Arsip Dokumentasi Daerah Provinsi Sumatera Utara (BAPERASDA PROVSU). Tepat
pukul : 17. 00 Wib dengan pembedah buku di antaranya Hasan Albanna (alumni
Unimed), M. Raudah jambak yang juga (alumni Unimed) dan seorang Anggrek Lestari
mahasiswi (Universitas Sumatera Utara). Bedah buku ini berjalan dengan diskusi
yang hangat, atas kehadiran dan
partisipasi para mahasiswa dari berbagai universitas serta sekretaris
Perpustakaan Daerah SUMUT. Mereka juga mendapatkan hadiah buku dari penulis.
M.
Raudah Jambak mengatakan ciri-ciri yang digunakan “Cinta Masih Ada” yang
berkisar 175 halaman yang terbit di Media Prasindo lebih masuk ke dunia remaja.
Meskipun dalam novel Embart Nugroho tidak memiliki usia belasan tahun tetapi
kisah yang dihadirkan tidak mendominasi dunia remaja SMP sampai mahasiswa
semester awal. Terlihat dari bahasa yang digunakan oleh penulis. Berbeda dengan Hasan Albana mengatakan dalam
Novel “Cinta Masih Ada” berhasil membuat daya tarik atau rasa penasaran
pembaca. Kelebihan karya Embart adalah bagaimana penulis pandai mengemas cerita
yang terjadi. Kemudian Hasan Albana mengulas
tentang setting cerita di seputar kota Medan, di antaranya ada
Kampus USU, Merdeka Walk, Jalan Gatot Subroto, Berastagi dan Danau Toba. Sementara Anggrek Lestari mengatakan novel Embart
mempunyai alur cepat, kemudian “miskin narasi”. Dalam penyajiannya tentang
bedah buku, Anggrek mengatakan keseriusan tentang karya sastra yang benar-benar
dari hati dan tidak berpengaruh pasar. Inilah yang menjadi masalah perbincangan
penulis tentang pengaruh pasar. Penulis mengatakan bertahan pada prinsipnya
tidak berpengaruh pada pasar. Apalagi novel yang mengangkat kearifan lokal atau
budaya yang khas dari daerah asal setempatnya, yang dapat dikaji oleh mahasiswa
Fakultas Sastra dan Budaya. Karya yang berbaur sastra tentunya sangat sulit
dipahami oleh kaum khalayak. Karya sastra yang dibaca berulang kali maka karya
sastra itu dikatakan karya sastra yang baik. Meskipun demikian karya sastra merupakan
hasil pemikiran seseorang yang mengandung pesan atau moral yang disampaikan
kepada pembaca. Baik dia jenis novel apapun itu, dia adalah karya sastra.
Mengenal
novel Cinta masih ada, merupakan hal yang tidak akan terlepas dari kehidupan
manusia. Betapa tidak, Cinta bersifat universal. Saya teringat seorang novelis
Paulo Coleho mengatakan “Cinta adalah perangkap. Ketika ia muncul,
kita hanya melihat cahayanya, bukan sisi gelapnya. Cinta berarti kehilangan
kendali”. Ungkapan ini mengingatkan saya pada novel Embart Nugroho “Cinta
Masih Ada” dengan tokoh utama Chaca. Chaca belum dapat melupakan Frans yang
begitu mencintainya tapi akhirnya nasib Frans tidak mujur akibat kecelakan dari
balapan motor. Setelah itu datanglah Ferry, yang merupakan adik Frans
yang ingin membalas dendam kepada Chaca karena menggangap kematian Frans akibat
dari Chaca. Namun apa boleh buat, Chaca kehilangan kendali untuk jatuh
cinta pada Ferry, yang sama dengan wajah
kekasihnya itu. Peristiwa itulah yang membuat kita lupa akan apa entitas cinta
itu sebenarnya.
Hal
yang sama saya ingat tentang seorang novelis yang mengatakan Cinta tiada berakhir. Cinta adalah lautan
tak bertepi. Cinta tidak hanya seseorang yang dicintai tetapi di sekitar
lingkungan terdapat cinta yang membuat kita sadar akan apa makna cinta
sebenarnya. Saya melihat novel “Cinta Masih Ada” terdapat Cinta tiada berakhir,
meskipun Chaca kehilangan kendali. Chaca menemukan cintanya yakni Raka. Diakhir cerita novel Embart dikemas dengan ending yang romantis, terutama keluarga
Chaca meskipun Hartati--Ibu
dari Chaca meninggal. Namun yang dirasakan Chaca adalah Cinta masih ada bahwa
sekelilingnya masih ada yang mencintai dirinya yang begitu tulus meskipun dia
baru sadar apa sebenarnya makna cinta itu. Saya melihat dalam novel “Cinta
Masih Ada” cenderung digeluti dunia
remaja. Dilihat dari bahasa yang digunakan yakni tidak ciri khas bahasa di Medan tetapi Embart sangat kritis membuat
interjeksi Bah dengan teknik
pelukisan dalam novel “Cinta Masih Ada” yakni teknik dramatik. Teknik dramatik
yang banyak menggunakan dialog. Nah buat
sahabat TRP, saya ingin mengatakan sekali lagi novel “Cinta Masih Ada” ini merupakan
cerita dan covernya dikemas dengan menarik.
Terbit Taman Remaja Pelajar Analisa, Desember 2013